Hukuman Penjara Tindak Pidana Korupsi
Penjara Seumur Hidup Itu Berapa Lama?
Ada yang menafsirkan penjara seumur hidup adalah pemberian hukuman sesuai dengan usia terpidana saat divonis atau beranggapan bahwa penjara seumur hidup sesuai umur terpidana saat divonis. Contohnya terpidana A yang saat itu berusia 35 tahun dijatuhi hukuman pidana penjara seumur hidup, si A kemudian menjalani hukuman penjara selama 35 tahun.
Ternyata, penafsiran di atas adalah penafsiran yang salah karena sudah melanggar Pasal 12 ayat (4) KUHP bahwa pidana penjara tidak boleh melebihi 20 tahun. Bagaimana pun hukum penjara seumur hidup artinya penjara sepanjang si terpidana masih hidup, dan hukumannya baru akan berakhir ketika ia meninggal dunia.
Tual, 8 Mei 2024 - Penyidikan kasus tindak pidana perikanan terkait penggunaan bahan peledak untuk menangkap ikan di perairan Pulau Ubur, Kota Tual pada 1 Maret 2024 dinyatakan telah selesai. Pelaku berinisial AJR berhasil diamankan oleh Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Tual.
Pada 1 Maret 2024, pukul 09.30 WIT, AJR tertangkap tangan menggunakan bahan peledak untuk menangkap ikan dengan sarana perahu/longboat. Dalam pemeriksaan oleh Jetsky Polsus PWP3K, ditemukan barang bukti berupa 4 botol bom ikan, korek api, obat nyamuk bakar, masker selam, dan berbagai jenis ikan yang diduga hasil penangkapan dengan bahan peledak.
Setelah proses pemeriksaan dan pengawalan ke Pangkalan PSDKP Tual, AJR diserahkan kepada PPNS Perikanan. Berdasarkan laporan dan pemeriksaan awal, cukup bukti ditemukan untuk menetapkannya sebagai tersangka pada 3 Maret 2024. SPDP disampaikan kepada Kejaksaan Negeri Tual pada 5 Maret 2024.
Pada 14 Maret 2024, berkas perkara tahap I disampaikan kepada Kejaksaan Negeri Tual namun dinyatakan belum lengkap (P-19). Setelah dilengkapi, berkas perkara diserahkan kembali pada 27 Maret 2024 dan dinyatakan lengkap (P-21) pada 1 April 2024. Penyerahan tersangka dan barang bukti tahap II dilakukan pada 2 April 2024.
Sidang di Pengadilan Negeri Tual memutuskan AJR bersalah pada 8 Mei 2024. Ia dijatuhi hukuman penjara selama 2 bulan dan denda Rp.100.000.000 dengan subsider penjara 2 bulan. Perahu/longboat dan perlengkapan dirampas untuk negara, sementara barang bukti lainnya dirampas untuk dimusnahkan.
Putusan ini telah berkekuatan hukum tetap (inkrah). AJR dinyatakan bersalah melanggar Pasal 84 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dengan tindakan menangkap ikan menggunakan bahan peledak.
Gianiddo Marcelino Prang
e journal fakultas hukum unsrat
Punishment / Prisons: (Hukuman / Penjara)
Indonesiabaik.id - Arti hukuman penjara seumur hidup telah dimuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang termuat dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 KUHP.
Pidana Penjara Seumur Hidup
Pidana penjara seumur hidup adalah satu dari dua variasi hukuman penjara yang diatur dalam Pasal 12 ayat (1) KUHP yang selengkapnya berbunyi:
a. Pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu.
Kemudian merujuk Pasal 12 ayat (4) KUHP menyebutkan:
b. Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh melebihi 20 tahun.
Dari bunyi Pasal 12 ayat (1) KUHP di atas, dapat disimpulkan bahwa pidana penjara seumur hidup artinya pidana penjara selama terpidana masih hidup hingga meninggal. Nah, dari aturan ini sekaligus menolak penafsiran yang selama ini ternyata salah bahwa hukuman penjara seumur hidup adalah hukuman penjara yang dijalani selama usia terpidana pada saat vonis dijatuhkan.
Baik hukuman penjara maupun hukuman kurungan, sama-sama berupa penahanan kemerdekaan seseorang karena melakukan tindak pidana.
Bentuk hukuman pidana penjara dan kurungan merupakan pemindahan dengan menahan kebebasan seseorang, karena telah melakukan suatu tindak pidana sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 22 KUHP.
Hukuman pidana penjara dan kurungan merupakan pidana pokok yang dapat dijatuhkan hakim selain pidana mati, pidana denda, dan pidana tutupan. Hukuman penjara dan kurungan adalah suatu pidana yang dijatuhkan oleh hakim melalui sebuah putusan yang diberikan kepada seorang yang terbukti bersalah di persidangan.
Pidana penjara merupakan suatu pidana yang berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana, yang dilakukan dengan mengurung orang tersebut di dalam lembaga pemasyarakatan.
Hal itu dilakukan agar tindakan atau perbuatan seorang yang akan dihukum pidana penjara dikaitkan dengan tata tertib bagi mereka yang telah melanggar peraturan tersebut.
Sementara itu, pidana kurungan hanya dapat dijatuhkan kepada orang dewasa dan merupakan satu-satunya jenis pidana pokok berupa pembatasan kebebasan bergerak yang dapat dijatuhkan oleh hakim bagi orang yang melakukan pelanggaran.
Dalam Pasal 12 KUHP, hukuman pidana penjara dapat diberikan seumur hidup atau selama waktu tertentu, dimana waktu paling singkatnya satu hari dan paling lama lima belas tahun berturut-turut.
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Mario Giovani Teti
POS-KUPANG.COM, BA'A - Sebanyak empat pelaku dugaan tindak pidana Perjudian kartu remi atau fak harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka dan terancam hukuman 4 tahun penjara.
Hal ini disampaikan oleh Kapolres Rote Ndao, AKBP Mardiono didampingi Kasatreskrim AKP Markus Y Foes saat konferensi pers di lobi Mapolres setempat. Jumat, 28 Juni 2024.
Dikatakan AKBP Mardiono, kasus perjudian ini teregister dengan Laporan Polisi Nomor : LP / A / 04 / VI / 2024 / SPKT/Satreskrim/Polres Rote Ndao/Polda Nusa Tenggara Timur tertanggal 22 Juni 2024.
AKBP Mardiono menyebut, keempat pelaku berinisial DA (52), DH (61), MM (48) dan FM (45,).
Dia membeberkan, aksi perjudian kartu itu dilakukan keempat pelaku di rumah DH, Desa Tasilo, Kecamatan Loaholu, Kabupaten Rote Ndao sekira pukul 17.00 Wita pada Sabtu, 22 Juni 2024 lalu.
Dijelaskan AKBP Mardiono, penangkapan pelaku bermula pada Sabtu, 22 Juni 2024 sekitar pukul 19.00 Wita, anggota Unit Resmob Satreskrim Polres Rote Ndao mendapatkan Informasi dari masyarakat bahwa ada perjudian kartu di dalam rumah milik pelaku DH.
"Atas informasi tersebut Unit Resmob Satreskrim Polres Rote melaporkan kepada Kasat Reskrim AKP Markus Foes dan selanjutnya Kasatreskrim memerintahkan unit Buser untuk turun mengecek kebenaran informasi masyarakat tersebut," ucap AKBP Mardiono.
Baca juga: Antisipasi Kekacauan, Personel Polres Rote Ndao Amankan Sidang Kasus Perlindungan Anak di Pengadilan
Kemudian, Unit Buser berkoordinasi dengan Kanitreskrim Polsek Rote Barat Laut untuk bersama-sama turun ke TKP dan melakukan pengamatan.
"Sekitar pukul 21.30 Wita, anggota kami tiba di TKP dan melihat ada orang bermain kartu di dalam rumah pelaku DH dan langsung melakukan penggerebekan terhadap keempat pelaku yang sedang bermain kartu fak," ujar AKBP Mardiono.
Selain mengamankan empat orang pelaku, Unit Buser juga berhasil mengamankan barang bukti berupa uang taruhan senilai Rp 3.067.000 yang terdiri dari pecahan uang Rp. 100.000 sebanyak 27 lembar, pecahan uang Rp. 50.000 sebanyak 5 lembar, pecahan uang Rp. 20.000 sebanyak 3 lembar, pecahan uang Rp. 10.000 sebanyak 4 lembar, pecahan uang Rp 5.000 sebanyak 3 lembar dan pecahan uang Rp 1.000 sebanyak 1 lembar yang diakui oleh keempat pelaku sebagai uang taruhan pada permainan kartu fak.
Selanjutnya, kartu remi warna merah sebanyak 28 lembar, kain taplak meja warna putih bermotif mickey mouse 1 lembar dan kain sarung warna kotak-kotak merah sebagai alas taplak meja.
Lalu ada 1 buah bangku kayu panjang, 1 buah meja kayu panjang dan 3 buah kursi plastik berwarna hijau.
"Sekitar pukul 22.00 Wita, anggota kami membawa keempat pelaku beserta barang bukti ke Mapolres Rote Ndao dan diserahkan kepada Unit Pidum untuk dilakukan pemeriksaan guna diproses sesuai dengan hukum yang berlaku," kata AKBP Mardiono.
Adapun modus yang dilakukan keempat pelaku bermain kartu fak yakni menggunakan kartu remi sebanyak 28 lembar dengan cara satu orang pelaku mengocok kartu remi terlebih dahulu.
Baca juga: Buser Satreskrim Polres Rote Ndao Ringkus Tiga Pelaku Judi Kartu Remi di Desa Tasilo
Kemudian dibagikan kepada keempat pemain sebanyak dua lembar. Mana kala kartu pertama terbuka dan pembagian kartu kedua dibuka.
Berikutnya, mata kartu yang paling besar mulai memasang taruhan uang Rp. 10.000 dan apabila ketiga pemain ikut taruhan dari pemain yang memasang taruhan Rp. 10.000, maka kartu dibagi lagi kepada pemain dengan tambahan taruhan Rp. 40.000 dan kartu dibagi lagi untuk menetukan pemenang.
AKBP Mardiono mengatakan, pasal yang disangkakan kepada keempat pelaku yakni Pasal 303 Bis Ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 Ke 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 10.000.000. (rio)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
DAFTAR PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI
Pembaharuan Data : Minggu, 15 Des. 2024 20:35:47 WIB , Total : 0 Perkara
TINDAK PIDANA MATA UANG
Agung Fahrizal Imam (2324)
MAHASISWA SEKOLAH TINGGI HUKUM MILITER “AHM-PTHM”
Dalam hal penentuan nilai uang, secara umum, terdapat tiga jenis uang, yaitu: uang kartal, uang giral dan uang elektronik (electronic money). Namun demikian secara umum hal yang terjadi dalam praktik adalah penentuan nilai intrinsik dari uang itu sendiri, sehingga valuasinya juga ditentukan oleh pasar seperti misalnya penentuan nilai dalam uang virtual atau uang kripto (cryptocurrency). Akibatnya dalam hal penentuan nilai pada suatu mata uang digunakan oleh sebagian orang sebagai bentuk dari pertukaran (barter), selain sebagai alat pembayaran sebagaimana yang telah ditentukan undang-undang.
Dalam hukum positif, salah satu bentuk uang yang diakui adalah uang elektronik sebagimana diatur di dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik (selanjutnya disingkat PBI Uang Elektronik). Didalam PBI Uang Elektronik jenisnya yang dikenal hany ada dua, yaitu yang berbasiskan server dan yang berbasiskan chip. Apabila merujuk pada definisi yang dibuat oleh World Bank, uang kripto disebut dengan terminologi uang virtual/uang kripto (cryptocurrency). Pandangan pendapat World Bank juga disepakati oleh Bank Sentral Uni Eropa, sehingga secara rumpun, uang kripto berbeda dengan uang elektronik (fiat money). Dengan demikian maka uang elektronik berbeda dengan uang virtual. Akan tetapi apabila ditempatkan pada genus definisi, keduanya adalah uang digital.
Tindak pidana mata uang berbeda dengan tindak pidana pencucian uang. Dalam literatur hukum positif Indonesia, pembahasan tentang tindak pidana mata uang masih sangat terbatas, bahkan tesis, dan disertasi yang membahas masalah ini sangatlah langka. Penulis coba menelusuri jurnal online yang membahas masalah ini pun tidak banyak. Literatur yang banyak ditulis adalah tentang tindak pidana pencucian uang. Padahal dengan perkembangan mata uang elektronik, maka pengaturan tindak pidana mata uang tidak cukup hanya mengandalkan undang-undang yang ada termasuk undang-undang informasi dan transaksi elektronik.
Undang-Undang No. 7 tahun 2011, tidak memberikan definisi tentang tindak pidana mata uang. Namun dalam Penjelasan Umum Undang-Undang No. 7/2011 tentang Mata Uang, disebutkan bahwa kejahatan terhadap Mata Uang, semakin merajalela dalam skala yang besar dan sangat merisaukan terutama dalam hal dampak yang ditimbulkannya yang dapat mengancam kondisi moneter dan perekonomian nasional.
Dalam artikel ini, penulis memaparkan tiga jenis tindak pidana mata uang yang diatur dalam Pasal 9-13 Undang-Undang No. 1 Tahun 1946, Pasal 244-252 KUHP, dan Pasal 33-41 Undang-Undang 7 tahun 2011 tentang Mata Uang, Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang no. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-Undang No. 10 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi.
Kelahiran UU No. 1 Tahun 1946 dalam rangka melindungi kedaulatan Republik Indonesia dari perpecahan, membangkitkan semangat nasionalisme dan melindungi tumpah darah Indonesia. Ada tiga hal besar yang diatur dalam UU ini yaitu soal mata uang, soal bendera dan soal kabar bohong/kabar tidak pasti yang menimbulkan keonaran atau huru-hara. Selain itu, kelahiran UU No. 1 Tahun 1946 juga sebagai adaptasi terhadap KUHP peninggalan Belanda dan mengisi kekosongan KUHP tersebut.
Pasal 244 mengatur tentang siapa saja yang meniru atau memalsu mata uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau Bank dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan mata uang atau uang kertas itu sebagai asli dan tidak palsu. Jadi, ketika seseorang mengumpul uang asing dan menggandakan atau memperbanyak (misalnya di fotocopi) lalu mengedarkan maka telah terpenuhilah unsur pasal ini. Namun jika dia hanya melakukan fotocopy selembar uang asing, dan bermaksud menyimpannya saja dan tidak mengedarkannya maka belum terpenuhi unsur pasal ini.
Dalam Pasal 245 ada dua macam delik yang diatur yaitu sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank sebagai mata uang atau uang kertas asli dan tidak dipalsu yang dia sendiri memalsunya atau pada waktu diterima diketahuinya tidak asli atau dipalsu. Kedua, menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang atau uang kertas palsu.
Pasal 249 mengatur tentang perbuatan yang dengan sengaja mengedarkan uang tidak asli atau palsu. Misalnya seseorang menerima uang palsu dari orang lain dan dia tahu uang itu palsu, lalu mengedarkan uang tersebut atau membelanjakan uang tersebut. Namun jika orang tersebut tidak mengetahui uang tersebut adalah uang palsu dan mengedarkannya atau membelanjakannya maka orang tersebut tidak bisa dipidana dengan pasal ini.
Pasal 250 KUHP secara khusus mengatur seseorang yang memiliki atau mempunyai persediaan bahan atau benda untuk memalsu uang. Dalam hal ini yang dilarang adalah mempunyai persediaan bahan atau benda untuk memalsu uang. Pada kondisi demikian, yang dilarang adalah membuat mempunyai persediaan untuk memalsu, meniru atau mengurangi nilai mata uang.
Pasal 250 bis, tidak secara khusus mengatur tentang jenis tindak pidana pemalsuan mata uang, tetapi mengatur tentang pidana tambahan yaitu berupa perampasan, baik mata uang yang dipalsukan maupun bahan untuk membuat uang palsu. Pasal 251, yang ingin dilindungi dari delik ini adalah agar penerima tidak tertipu mengira kepingan itu adalah uang. Pasal ini kurang penting sekarang ini karena mata uang (koin) sekarang tidak dibuat dari logam mulai.
Pasal 38 mengatur tentang pemberatan pidana yang dilihat dari subjek hukumnya yaitu Pegawai Bank Indonesia atau Pegawai Percetakan Rupiah. Selain mengancam dengan pemberatan jika dilakukan secara terorganisir diikuti dengan dngan kejahatan terorisme atau yang mengganggu perekonomian nasional. Pasal 39 telah memasukkan kejahatan korporasi dalam tindak pidana mata uang. Ini menutup kelemahan dari undang-undang sebelumnya yang tidak menjadikan korporasi sebagai subjek hukum. Pada Pasal 40 juga mengatur tentang pidana kurungan sebagai pengganti pidana denda dengan pengaturan yang lebih terukur, yaitu setiap pidana denda 100 juta disamakan dengan pidana kurungan 2 bulan. Pasal 41 mengatur tentang jenis tindak pidana, dimana Pasal 33 dan 34 dikualifikasikan sebagai pelanggaran sementara Pasal 35-37 dikualifasikan sebagai kejahatan.
Kejahatan pemalsuan dan pengedaran mata uang kertas merupakan kejahatan yang serius karena selain bertujuan untuk memperkaya diri secara ekonomi, pemalsuan tersebut dapat juga bertujuan untuk menghancurkan perekonomian negara secara politis. Disamping itu kejahatan tersebut semakin lama semakin canggih karena dengan kemajuan teknologi yang ada, masyarakat yang ingin memperoleh kekayaan denga cepat akan melakukan kejahatan yang dimaksud dengan cara yang paling baru. Dalam upaya menangkal peredaran uang rupiah palsu di masyarakat, Bank Indonesia melakukan kegiatan Sosialisasi/penyuluhan tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat yang di dalam pekerjaannya sehari-hari selalu berhubungan dengan fisik uang.
Sementara itu, tindak pidana mata uang yang ada dalam Pasal 33-41 Undang-Undang 7/2011 tentang Mata Uang merupakan delik yang melarang menggunakan mata uang selain rupiah dalam transaksi untuk tujuan pembayaran atau kewajiban lainnya. Undang-undang ini juga mengancam setiap orang yang menolak rupiah sebagai alat pembayaran. Ketentuan lainnya memiliki kemiripan dengan pasal-pasal yang ada dalam Pasal 244-252 KUHP seperti memalsu rupiah, meniru atau merusak rupiah.
Diharapkan dalam penggunaan mata uang sebaiknya menggunakan mata uang yang sah yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang. Dipedomani aturan-aturan lain yang mengatur tentang mata uang.
Pemerintah perlu menyiapkan sanksi yang tegas untuk memberikan efek jera. dalam hal ini, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Pemerintah perlu mengadakan kerja sama dengan masyarakat. Dalam kasus pemalsuan dan pengedaran mata uang kertas, sikap dan sifat masyarakat memegang kunci penting. Kesadaran masyarakat akan tindak pidana tersebut perlu diperbaiki. Sehingga bila masyarakat menemukan mata uang kertas palsu, mereka cenderung akan melaporkan kepada pihak yang berwajib dari pada membelanjakannya. Pada akhirnya, mata uang kertas palsu yang beredar di masyarakat dapat ditekan.
Tujuan dilakukannya penelitian yaitu untuk mengetahui bagaimana pengaturan tentang Sabung Ayam sebagai tindak Pidana perjudian dalam sistem hukum Pasal 303 KUHP danbagaimana Tanggung jawab pelaku perjudian baik Bandar maupun pelaku lainya sesuai KUHP dan aturan lainya yang dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Judi sabung ayam sesuai Pasal 303 KUHP merupakan tindak pidana. Berdasarkan hal tersebut praktek sabung ayam merupakan perbuatan melawan hukum dan bisa diancam dengan hukum pidana. Undang-undang Perjudian No. 7 Tahun 1974 menegaskan bahwa, setiap bentuk kegiatan perjudian adalah merupakan tindak pidana dan diancam dengan hukuman pidana. Berdasarkan hal tersebut, sangat jelas bahwa judi sabung ayam walaupun secara tradisional diakui keberadaannya tetapi secara hukum terutama hukum pidana merupakan perbuatan pidana yang bisa diancam dengan hukuman penjara. 2. Pertanggungjawaban pidana pelaku perjudian sabung ayam, sama dengan pelaku tindak pidana lainnya yang akan diancam dengan hukuman sesuai Pasal yang dilanggar. Pelaku perjudian sabung judi melanggar Pasal 303 KUHP sedangkan hukuman yang akan diterima sebagai bentuk pertanggungjawaban pidana sesuai dengan pertimbangan dan keputusan hakim. Pelaku dan pihak terkait juga akan dihukum tindak pidana bersama-sama atau tindak pidana penyertaan sesuai dengan Pasal 55 dan 56 KUHP. Dengan demikian, pihak-pihak terkait juga akan dituntut pertanggungjawaban pidana dalam perjudian sabung ayam.